Imunisasi pasif

Merupakan pemberian antibody kepada resipien, dimaksudkan pemberian imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif untuk kekebalan tubuh. Antibodi ini berfungsi untuk pencegahan dan pengobatan infeksi, baik virus (melalui netralisasi, pengaktifan sel NK) maupun bakteri (toksin, opsonisasi, bakteriolisis). Karena tidak melibatkan sel memori dalam tubuh, proteksi bersifat sementara selama antibody masih aktif di dalam tubuh pasien.
Jenis imunisasi. Ada yang alami dan didapat. Transfer imunitas pasif alami dapat terjadi saat ibu hamil memberikan antibody tertentu ke janin melalui plasenta, terjadi di akhir trimester pertama kehamilan, dan yang disalurkan adalah IgG. ASI/kolostrum juga men-transfer IgA ke bayi. Imunitas pasif buatan dapat dilakukan dengan pemberian immunoglobulin seseorang berupa plasma atau serum dengan antibody tertentu.
Indikasi.  Tujuannya adalah pencegahan bila antibody diberikan pada pasien defisiensi sistem imun, dan pengobatan bila antibody diberikan terhadap pasien dengan infeksi tertentu. 1) Adanya defisiensi imun primer (tubuh gagal membentuk seluruh klas Ig, sub-klas Ig, atau gangguan spesifik limfosit B), 2) defisiensi sistem imun sekunder akibat penyakit, misal leukemia terpapar infeksi campak atau cacar air, 3) Perlunya antibody siap pakai segera saat terpapar infeksi, contoh: neonatus dengan HBsAg ibu positif, 4) Pengobatan dalam menahan toksin difteri, tetanus, 5) pengobatan anti inflamasi terhadap toksin pada organ tertentu pada pasien Kawasaki dan sindrom Guillain-Barre.
Immunoglobulin
1. Immunoglobulin Intramuskuler
Merupakan derivate plasma pasien dewasa yang diproses melalui fraksinasi alkohol, steril, tidak tercemar virus hepatotropik, HIV, atau infeksi lain. Sekitar 16,5% merupakan komposisi protein tertentu yang berasal dari plasma populasi yang sembuh. 95% IgG, sisanya IgA dan IgM. Cara pemberian dengan IM, diregio gluteal pada anak lebih besar, paha anterior-lateral pada pasien lebih kecil/bayi. Kasus defisiensi imun, pemberian subkutan, dan kontraindikasi intravascular. Jumlah maksimal 3 mL pada anak bear, 1-3 mL pada anak lebih kecil/bayi. Untuk mengurangi rasa nyeri, Ig diberikan pada suhu kamar. Kadar antibody serum mencapai puncak setelah 48-72 jam pemberian,waktu paruh 3-4 minggu.
Indikasi:
a. Terapi defisiensi antibodi: dosis 0,2-2,5 mL/kgBB, IM, dilanjutkan dosis rumatan 0,4-0,8 mL/kgBB/bulan sampai tercapai kadar Ig dalam darah, interval 2-4 minggu. Reaksi alergi sistemik 1% kasus, reaksi jaringan local biasanya ringan.
b. Profilaksis hepatitis A: indikasi pada seseorang 14 hari setelah terpapar. Wisatawan di daerah endemis hepatitis A diberikan sebelum keberangkatan.
c. Profilaksis campak: diberikan 6 hari setelaht terpapar.
Efek samping:
a. Rasa pada tempat suntikan
b. Muka kemerahan, nyeri kepala, mengiggil, mual.
c. Reaksi berat (jarang): nyeri dada, sesak nafas, reaksi anafilaksis, renjaatan. Pemberian IV reaksi sistemik meningkat. Pada dosis berulang, reaksis sistemik dapat terjadi seperti demam, mengigil, berkeringat, perasaan tidak nyaman, dan renjatan.
d. Pada defisiensi IgA, antibody anti-IgA memberikan reaksi pada pemberian Ig berikutnya (biasanya transfuse), gejala yang muncul adalah mengigil.
e. Risiko pembentukan antibody terhadap IgG heterolog.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Hati-hati pada pasien yang pernah alergi pemberian Ig
b. Tersedia obat kegawatdaruratan untuk reaksi anafilaksis atau sistemik akut
c. Kontraindikasi pada pasien trombositopenia berat dan gangguan koagulasi.
d. Tidak dianjurkan penapisan rutin defisiensi IgA
2. Immunoglobulin intravena (IGIV)
IgIV yang direkomendasi harus mengandung konsentrasi antibody minimal terhadap campak, difteri, polio, dan hepatitis B.
Indikasi:
a. Defisiensi antibody: dosis pada sindrom imunodefisiensi adalah 100-500 mg/kgBB, sekali sebulan, IV.
b. Infeksi HIV pada anak. Rekomendasi: infeksi bakteri berulang (meskipun sudah dengan profilaksis antibiotic), tidak responsive terhadap pemberian vaksin campak (meskipun sudah diberikan dua kali, biasa pada daerah endemis), masih ada bronkiektaksis mesikupan sudah dengan terapi pulmonal.
c. Penyakit Kawasaki: Pada 10 hari pertama perjalanan penyakit dapat mengurangi lama demam dan risiko kelainan arteri koronaria.
d. Hipogammaglobulinemia (pada pasien leukemia limfosititik kronik untuk mencegah infeksi bakteri berulang).
e. Untuk mengurangi angka infeksi dan kematian pasien transplantasi sumsum tulang
f. Profilaksis sepsis pada bayi premature tidak aman, tidak direkomendasikan untuk mencegah sepsis awit lambat.
g. Kasus sindrom Guillain barre: 400 mg/kgBB/hari selama 5 hari/
h. Anemia karena infeksi Parvovirus B19, myeloma multipel, resipian pasien dengan CMV positif,neonatus risiko tinggi akrena hipogamaglobulinemia, vaskulitis sistemik, anemia hemolitik autoimun, trombositopenia aloimun, neutropenia immune-mediated, miastenia gravis dekompensata, dermatomiositis, poliomiositis.
Efek Samping (pada umumnya ringan dan sembuh sendiri, jarang terjadi, tidak ada kontraindikasi untuk pemberian berikutnya).
a. Reaksi piogenik (demam tinggi, menggigil, gejala sistemik)
b. Reaksi sistemik ringan: sakit kepala, mialgia, kecemasan, mual, muntah.
c. Gejala vasomotor atau kardiovaskular ringan: kulit kemerahan, perubahan tekanan darah, takikardia
d. Meningitis aseptic
e. Hipersensitivitas
f. Gagal ginjal akut.
Perhatian khusus pada pemberian IgIV:
a. Pasien dengan riwayat alergi pemberian Ig,
b. Harus tersedia perawatan kegawatdaruratan,
c. Risiko efek samping dikurangi dengan menurunkan kecepatan maupun volume pemberian,
d. Komplikasi vasomotor dan kardiovaskular (hipertensi, gagal jantung)
e. Tidak dianjurkan melakukan penapisan rutin untuk defisiensi IgA
3. Imunoglobulin Spesifik (IgS) dan antitoksin
Diambil dari kumpulan darah pasien pada masa penyembuhan penyakit tertentu atau setelah vaksinasi tertentu (darah mengandung titer antibody sangat tinggi). Indikasi: pencegahan bakteri spesifik (difteri, pertusis, tetanus, kuman clostridium lain seperti saluran nafas, stafilokokus, streptokokus invasive, pseudomonas), pencegahan infeksi virus (hepatitis A, B, C; TORCH, HIV, ebola, rabies, MMR).
4. Immunoglobulin tetanus
Indikasi untuk pencegahan luka dalam yang kotor, yang tidak akan terlindungi hanya dengan vaksin, riwayat imunisasi tidak jelas/imunisasi daasr tidak lengkap, pengobatan dalam upaya netralisasi toksin kerja sistemik. Untuk pencegahan: 250 unit IM, pengobatan 3000-6000 unit, IM.
5. Immunoglobulin botulinum
Indikasi untuk netralisasi neurotoksin yang menyebar sistemik. Dapat menimbulkan konstipasi, gangguan menelan, letargi, kelumpuhan saraf kranial.
6. Immunoglobulin hepatitis A
Diberikan IM dalam 2 minggu setelah paparan virus hepatitis A, perlindungan yang diperoleh sebesar 85%. Tidak mengandung thimerosal, tidak boleh pada wanita hamil dan bayi.
7. Immunoglobulin hepatitis B
Dibentuk dari donor dengan titer HbS tinggi, bebas hIV, dan virus hepatitis C. Indikasi bagi bayi premature (terutama ibu HBsAg positif), individu resikotinggi tertular (partner seksual penderita hepatitis B).
8. Immunoglobulin CMV
Profilaksis kasus risiko tinggi infeksi CMV (dosis awal 150 mg/kg, rumatan tiap 2 minggu, diturunkan bertahap sampai 16 minggu). Efektif untuk penderita transplantasi hati dan ginjal. Pada neonatus: mencegah penularan CMV vertikal.
9. Immunoglobulin Rabies
Dosis adalah 20 IU/kgBB, pemberian bersamaan dengan vaksin rabies (pencegahan pasca paparan).
Plasma Manusia
Untuk mengatasi infeksi, terbatas karena risiko tercemar hepatitis. Biasa pada pasien luka bakar (cegah hilangnya protein), cegah infeksi pseudomonas (penelitian).
Antibodi hewan
Dibuat dari serum kuda, dengan cara mengendapkan fraksi globulin serum dengan ammonium sulfat
1. Antitoksin botulinum
Dosis bergantung pada tingkat beratnya penyakit, dewasanya biyasanya 2-4vial. Sebelum dilakukan dimar, uji sensitifitias harus dilakukan. Hasil positif menunjukkan alergi, antitokin botulinom diberikan melalui desensitisiasi.
2. Antitioksin difteri
Untuk menetralisasi toksin di tempat masuk kuman dan sirkulasi. Tes hipersenstivitias dilakukan karena berbahaga bagi alerg/anafilaksis.
3. Antitoksin tetanus
Dosis tunggal 50.000-100.000 U dan 20.000 ke dalam 200 cairan NaCl 0,9%. Jika antitoksin berasal dari serum binatang (ATS), lakukan skin test untuk mencegah syok anafilaksis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar