Pada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respons tubuh, terutama respons kekebalan terhadap penyakit infeksi. Pada tahun 1546, Girolamo Fracastoro mengajukan teori kontagion yang
menyatakan bahwa pada penyakit infeksi terdapat suatu zat yang dapat
memindahkan penyakit tersebut dari satu individu ke individu lain,
tetapi zat tersebut sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan
mata dan pada waktu itu belum dapat diidentifikasi.
Pada tahun 1798, Edward Jenner mengamati bahwa seseorang dapat terhindar dari infeksi variola secara alamiah, bila ia telah terkontaminasi sebelumnya dengan cacar sapi (cow pox). Sejak saat itu, mulai dipakailah vaksin cacar.Dengan
ditemukannya mkroskop maka kemajuan dalam bidang makrobiologi meningkat
dan mulai dapat ditelusuri penyebab penyakit infeksi.Selain
itu peneliti Perancis, Charles Richet dan Paul Portier (1901) menemukan
bahwa reaksi kekebalan yang diharapkan timbul dengan menyuntikkan zat
toksin pada anjing tidak terjadi, bahkan yang terjadi adalah keadaan
sebaliknya yaitu kematian sehingga dinamakan dengan istilah anafilaksis
(tanpa pencegahan).
Pada tahun 1873 Charles Blackley mempelajari penyakit hay fever,
yaitu penyakit dengan gejala klinis konjungtivitis dan rinitis, serta
melihat bahwa ada hubungan antara penyakit ini dengan serbuk sari Lalu pada tahun 1911-1914, Noon dan Freeman mencoba mengobati penyakit hay fever dengan
cara terapi imun yaitu menyuntikkan serbuk sari subkutan sedikit demi
sedikit. Sejak itu cara tersebut masih dipakai untuk mengobati penyakit
alergi terhadap antigen tertentu yang dikenal dengan cara desensitisasi.
Pada tahun 1923, Cooke dan Coca mengajukan konsep atopi (strange disease) terhadap sekumpulan penyakit alergi yang secara klinis mempunyai manifestasi sebagai hay fever, asma, dermatitis, dan mempunyai predisposisi diturunkan. Dan mulai saat itu ilmu alergi-imunologi diterapkan dalam kelainan dan penelitian di bidang alergi klinis.
Landsteiner
(1900) menemukan golongan darah ABO, dan disusul dengan golongan darah
rhesus oleh Levine dan Stenson (1940) , maka kelainan klinis berdasarkan
reaksi imun semakin dikenal. Pada masa itu, fenomena imun yang terjadi
baru dapat dijabarkan dengan istilah imunologi saja. Baru pada
tahun 1939, 141 tahun setelah penemuan Jenner, Tiselius dan Kabat
menemukan secara elektroforesis bahwa antibodi terletak dalam spektrum
globulin gama yang kemudian dinamakan imunoglobulin (Ig).
Dengan cara imunoelektroforesis diketahui bahwa imunoglobulin terdiri
atas 5 kelas yang diberi nama IgA, IgG, IgM, IgD dan IgE (WHO, 1964).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar